KOTA TANGERANG, BANTEN EKSPLORE - Puluhan warga dari Jatake menggelar aksi damai di depan Sekolah Menengah Akhir Negeri (SMAN) 11 Kota Tangerang, pada Senin (30/6/2025).
Aksi lanjutan ini merupakan bentuk dari kekecewaan warga setelah proses audiensi dengan pihak sekolah yang dinilai tidak membuahkan hasil terkait transparansi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025, khususnya pada jalur domisili.
Koordinator aksi, Mustofa menjelaskan bahwa aksi ini dipicu oleh ketertutupan sistem penerimaan siswa tahun ini yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ia menyayangkan pihak sekolah yang tidak memberikan akses data secara terbuka kepada masyarakat.
"Tahun ini sistem SPMB tertutup, masyarakat tidak bisa mengakses informasi siapa yang lolos jalur zonasi atau domisili, nilai tertinggi dan terendah, dan data lainnya. Padahal tahun-tahun sebelumnya, data itu bisa dilihat oleh publik. Ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik yang dijamin undang-undang," ujar Mustofa kepada Banteneksplore.
Mustofa menilai sistem domisili yang digunakan saat ini menimbulkan kebingungan dan ketidakadilan. Ia mengungkapkan bahwa ada pembatasan nilai tertentu yang menyebabkan calon siswa dengan nilai tinggi justru tidak masuk jalur domisili dan harus bersaing di jalur prestasi.
"Misalnya, jika nilai maksimal di jalur domisili adalah 87, maka siswa dengan nilai 88 atau 89 justru tidak masuk domisili dan dianggap sebagai peserta jalur prestasi. Ini kan membingungkan dan tidak adil. Jalur domisili seharusnya berdasarkan jarak, bukan nilai," tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa warga tidak bisa melihat data input secara jelas dari sistem SIAP SPMB, termasuk nama-nama yang diterima dan ditolak. Hal ini, menurutnya, membuka potensi ketidaktransparanan dan spekulasi di masyarakat.
"Kami tidak bisa melihat siapa yang masuk, siapa yang tidak, nilai terendah atau tertinggi. Ini membuat sistem seperti ‘kotak hitam’ yang hanya bisa diakses oleh pihak sekolah atau dinas. Masyarakat hanya bisa pasrah tanpa tahu dasar keputusan penerimaan," tambahnya.
Mustofa juga menyampaikan bahwa aksi ini tidak hanya mewakili warga Jatake, tetapi juga menjadi refleksi kekecewaan terhadap sistem pendidikan yang dianggap tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat lokal yang tinggal di sekitar sekolah.
"Kami ini warga yang tinggal di lingkungan sekitar sekolah. Banyak orang tua yang berharap anaknya bisa sekolah dekat rumah, tapi kenyataannya malah tidak diterima tanpa penjelasan yang jelas. Nama baik pemerintah, termasuk Pak Gubernur, bisa tercoreng jika masalah ini terus dibiarkan," katanya.
Ia pun meminta agar media menyampaikan aspirasi ini kepada Gubernur Banten agar sistem penerimaan siswa di tahun 2025 segera dievaluasi dan dibuka kembali datanya secara transparan.
"Kami ingin sistem ini dibuka, kami ingin keadilan untuk masyarakat. Jangan samakan jalur domisili dengan prestasi. Ini bukan hanya soal akses pendidikan, tapi juga soal kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan," tutupnya.
Aksi damai berlangsung tertib dan mendapat pengawalan dari aparat keamanan. Warga berharap tuntutan mereka segera ditindaklanjuti agar anak-anak di sekitar lingkungan sekolah mendapatkan hak pendidikan secara adil dan transparan. (Mufid/Wis)
Alamat Redaksi : Kampung Tegal Baju, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten.
media ditulis | Redaksi | Info Iklan | Tentang Kami,
© Copyright 2024